REGGAE

Senin, 07 September 2009

Aksesoris Reggae dan Tempat Membelinya


Nama: Tn. agus mandra [Pemilik/Pengusaha]
E-mail: beachreggae.distro@gmail.com
Situs Web: http://beachreggae.co.cc
Nomer HP: 081383386208
Nomer Telpon: 021 32123184
Nomer Faks: 021 75901133
Alamat: Jl lebak bulus raya 1 no 25b
jakarta 12440, Jakarta
Indonesia

Im (immeasurable mohie) Jl.Pulo Asem 1C no.57, Rawamangun T 0812 921-7757

Tips Merawat Rmbul Gimbal


RAMBUT gimbal atau dikenal juga dengan dreadlock merupakan salah satu model rambut yang cukup digemari sejumlah orang sebagai bagian dari fesyen. Tidak hanya laki-laki, kaum perempuan pun ada yang meniru gaya rambut ini.

Rambut gimbal dibuat dengan cara menggumpalkan atau mengusutkan rambut, sebelum kemudian dikunci. Akan tetapi, meskipun terkesan kusut dan berantakan, bukan berarti gaya rambut yang dipopulerkan oleh sejumlah artis seperti Bob Marley, Zack De La Rocha, hingga Mbah Surip ini tidak memerlukan perhatian. Seseorang yang berambut gimbal justru harus punya ekstra waktu dan juga finansial untuk memelihara rambut agar tetap tumbuh sehat.

Berikut ini adalah beberapa langkah perawatan bagi mereka yang memiliki rambut gimbal:

1. Para pakar rambut menyarankan untuk tidak membasahi rambut dalam jangka waktu empat hingga enam minggu setelah proses penggimbalan. Dalam kurun waktu tersebut, bisa dipastikan kulit kepala akan terasa gatal dan sangat kotor karena debu dan minyak yang berasal dari kulit kepala.

Nah, untuk membersihkan kulit kepala yang gatal, pilih produk perawatan kulit yang tidak menyumbat pori atau menyebabkan penumpukan seperti anti-itch scalp oil dan organic root stimulator herbal cleanser. Tuangkan kedua produk tersebut masing-masing sebanyak satu tetes pada sehelai kapas, dan oleskan sedikit demi sedikit ke kulit kepala.

2. Pada masa-masa awal, minta bantuan profesional untuk membantu merawat rambut gimbal Anda. Mereka dapat memperlihatkan bagaimana cara menjaga rambut terlihat rapi dan terawat.

3. Untuk mencegah rambut gimbal terlihat kusam, jauhi produk-produk yang mengandung kadar minyak tinggi seperti petroleum jelly dan petrolaum. Produk-produk tersebut bisa menyebabkan penumpukan dan menyisakan residu yang dapat merusak gimbal.

4. Jangan pula menggunakan lilin (wax)--meskipun ada pula yang berargumen sebaliknya. Dalam banyak kasus, penggunaan lilin dapat menyebabkab penumpukan di sela-sela rambut dan meninggalkan residu lengket seiring berlalunya waktu.

Sebagai alternatif, gunakan produk yang memiliki kandungan minyak yang hampir mirip dengan minyak alami rambut, seperti minyak patchouli atau essential oils seperti tea tree oil, rosemary oil, atau jojoba oil. Tea tree oil sebenarnya merupakan pilihan yang paling tepat karena dapat menghilangkan rasa gatal pada kulit kepala.

5. Untuk menjaga gimbal agar tidak rusak, gunakan penutup kepala longgar yang terbuat dari satin atau sutra ketika tidur. Bahan polyester juga pilihan yang baik karena membiarkan rambut bernafas meskipun ditutupi. Jika tidak mau menggunakan tutup kepala, gunakan sarung bantal yang terbuat dari satin atau sutra.

6. Jika gimbal sudah jadi, beberapa pakar rambut menyarankan untuk melakukan keramas setiap dua sampai tiga minggu sekali. Akan tetapi, frekuensi ini masih dapat disesuaikan dengan kebutuhan Anda. Keramas rambut secara hati-hati dan lembut. Ketika membasuh kulit kepala, pijat secara lembut menggunakan ujung-ujung jari dan jaga agar gimbal tidak kusut.

7. Gunakan shampoo yang mampu menjaga kelembapan alami serta menjaga derajat keasaman rambut. Untuk conditioner, beberapa orang memilih untuk tidak menggunakannya karena khawatir akan mengendurkan gimbal dan membuat rambut terlampau lembut.

Minggu, 06 September 2009

IndoReggae


Awal mulanya kami sekumpulan mantan wartawan foto Majalah Mingguan Berita TIRAS dan alumni University of Groningen The Netherlands yang suka musik Reggae dan gemar mengadakan perjalanan ke alam bebas yang penuh tantangan.

Akhirnya di pertengahan tahun 2007, dengan kesatuan pemikiran, visi dan komitmen yang sama adalah mengembangkan musik Reggae di Indonesia.



Alpha Blondy



Hailing from the Cote d'Ivoire, Alpha Blondy is among the world's most popular reggae artists. With his 12-piece band Solar System, Blondy offers a reggae beat with a distinctive African cast. Calling himself an African Rasta, Blondy creates Jah-centered anthems promoting morality, love, peace and social consciousness. With a range that moves from sensitivity to rage over injustice, much of Blondy's music empathizes with the impoverished and those on society's fringe. Blondy is also a staunch supporter of African unity and to this end, he sings to Moslem audiencess in Hebrew and sings in Arabic to Israelis. Some of his best known songs include "Cocody Rock," "Jerusalem" and "Apartheid Is Nazism." He was born a member of the Jula tribe in Dimbokoro and named Seydou Kone after his grandfather. His grandmother Cherie Coco raised him. He was always a rebellious child and for this, Coco named him "Blondy," her unique pronunciation of the word "bandit." When he started performing professionally, he took on the name Alpha (the first letter in the Greek alphabet) so his name literally translates to "first bandit." Though he grew up listenting to African folkloric music such as yagba and gumbe, his primary musical influences were such Western bands as Deep Purple, Pink Floyd, Hendrix, the Beatles, Creedence Clearwater Revival, and soul artists like Otis Redding. Later Bob Marley's music tremendously affected Blondy. Though he wanted to become a musician, his family expected him to become a respectable English teacher. He studied English at Hunter College in New York, and later in the Columbia Univeristy American Language Program. Outside of class, he would play music in Central Park and in Harlem clubs where occasionally house bands would let him sing his Bob Marley covers in French, English, and various West African languages. Blondy got his big break from friend, Fulgence Kass, an employee of Ivory Coast Television who helped him land a spot on the Premiere Chance talent show. The young artist was a hit with the audience. Blondy then hooked up with producer G. Benson who recorded his eight-song debut album Jah Love in a single day. His popularity has continued to grow and is a well respected artist both in Africa and in the West.

ALM. Mbah Surip


Nama Lengkap : Urip Ariyanto

Nama Beken : Mbah Surip

Tempat Lahir : Mojokerto, Jawa Timur

Tanggal Lahir : 5 Mei 1949

Gelar Pendidikan : STM Brawijaya Mojokerto, Drs, Chemical Engineer from Universitas Sunan Giri, Surabaya east java, and MBA

Resep sehat : Jangan makan yang nggak kamu sukai dan bergaulah dengan orang yang kamu sukai.


Pekerjaan lama : Engineer di bidang pengeboran minyak, tambang berlian, emas, dan lain2

Makanan Favorit : Perkedel kentang

Minuman Favorit : Kopi hitam

Aliran Musik : Reggae

Album : Ijo Royo-royo (1997), Reformasi (1998), Tak Gendong (2003), dan barang Baru (2004).

Art Community : Teguh Karya, Aquila, Bulungan, dan Taman Ismail Marzuki

Jargon : I Love You Full




Mbah Surip dilahirkan pada tanggal 5 Mei 1949 di Mojokerto Jawa Timur.
Dilahirkan dengan nama Urip Ariyanto. Saat ini Mbah Surip berstatus
duda dengan empat anak dan sekaligus juga sebagai kakek dengan empat
cucu. Menurut pengakuannya Mbah Surip termasuk orang yang senang
sekolah, Mbah Surip memiliki ijazah SMP, ST, SMEA, STM, Drs. sama
insinyur dan MBA. Selain sebagai penyanyi, Mbah SUrip pernah merasakan
pengalaman bekerja di bidang pengeboran minyak, tambang berlian, emas,
dan lain-lain bahkan pernah bekerja di luar negeri seperti Kanada,
Texas, Yordania dan California.



Namun Merasa nasibnya kurang baik, Mbah Surip mencoba peruntungan
dengan pergi ke Jakarta. Di Ibukota Jakarta, ia bergabung dengan
beberapa komunitas seni seperti Teguh Karya, Aquila, Bulungan, dan
Taman Ismail Marzuki. Pada suatu waktu, nasib menentukan lain. Mbah
Surip mendapat kesempatan untuk rekaman dan akhirnya meraih kesuksesan
seperti sekarang.



Dalam perjalanan musiknya Mbah Surip telah mengeluarkan beberapa album
musik. Album rekamannya dimulai dari tahun 1997 diantaranya, Ijo
Royo-royo (1997), Indonesia I (1998), Reformasi (1998), Tak Gendong
(2003) dan barang Baru (2004). Namun ternyata lagu Tak Gendong
diciptakan pada tahun 1983 saat Mbah Surip bekerja di Amerika Serikat.
Menurut Mbah Surip Filosofi dari lagu ini yaitu Belajar salah itu, yang
digendong ya siapa saja, entah baik, galak, nakal, atau jahat. Seperti
bus, nggak peduli penumpangnya, entah itu copet, gelandangan, pekerja,
ya siapa saja. Sebab, menggendong itu belajar salah.Hmm..



Mbah Surip tampil juga lewat video klip “Witing Trisno” karangan Tony Q
Rastafara di MTV. Ciri khas dari setiap aksinya di panggung musik yaitu
selalu ditemani “Gitar Kopong” nya, menyanyi dengan sangat relax dan
nyanyi “ngalor-ngidul” dengan gaya-nya yang khas; kocak, gila, dan
bebas ekspresi.

Karakter inilah yang membuat Emha Ainun Najib atau Cak Nun sering
menggambarkan sosok Mbah Surip adalah gambaran “Manusia Indonesia
Sejati” yang tidak pernah merasa susah, tidak pernah gelisah, tidak
pernah sedih dan selalu tertawa, meskipun seringkali di ledek orang
Mbah Surip tetap saja tertawa tidak pernah dendam, atau membalas
ledekan tersebut. Bahkan terkadang Mbah Surip bingung untuk pulang
karena kehabisan ongkos.



Hasilnya Mbah Surip mengejawantahkan kesusahannya dalam sebuah lagu
“minta ongkos pulang”. Dalam lagu tersebut Mbah Surip bercerita tentang
pacarnya, meskipun kita ragu kalau Mbah Surip pernah berpacaran. Pada
bait akhir lagunya mbah Surip meminta sesuatu kepada yayangnya
(panggilan Mbah Surip kepada pacarnya dalam lagu tersebut)



Yang, boleh ga aku pegang tanganmu ?.. boleh, boleh boleh..

Yang, boleh ga aku cium kamu ?, ..boleh, boleh boleh…

Yang, boleh ga aku minta ongkos pulang ?,… boleh, boleh boleh…

(Lagu sejarah cintaku, bisa langsung didenger gan...)



Selain lagu Hit Tak Gendong lagu Mbah Surip lainnya sudah sangat dekat
dan bersahabat di telinga Cak Nun dan jamah kenduri cinta, diantaranya:
“Bangun Tidur, atau Turunkan harga minyak angin”. Bahkan lagu Tak
Gendong sempat di tayangkan video klip nya di stasiun televisi swasta.



Terkadang mbah Surip mambawakan lagu tanpa syair dan tanpa nada dengan
judul “diam bersama atau saling memandang” . Namun yang terjadi
bukannya penonton diam atau saling memandang malah membuat orang
tertawa terbahak-bahak.

Tony Q


Anak kampung yang berontak dari pabrik kaleng.
Memilih hidup dan bermusik di jalanan.
Walau digasak dan dicemooh orang, tetap memilih reggae sebagai jalan hidupnya.
Lagu-lagunya direkam Putumayo label tersohor dunia untuk world music.
Sohor di ajang festival di Amerika tetapi selalu ditolak Kedutaan Amerika di Jakarta ketika mengurus visa.
Inilah reggaeman kita yang selalu bersahaja

SELALU ada berita baru tentang reggae dari Tony Q Rastafara. Selalu ada album atau master musik reggae di dalam tas kecilnya yang akan diperlihatkan kepada orang yang tertarik mencari tahu apa yang kini dikerjakannya. Atau sebuah buku, Bob Marley: Rasta, Reggae, Revolusi yang agak lusuh karena sering dibaca dari tangan ke tangan, dibahasnya bersama beberapa kawan di Warung Apresiasi (Wapres), Bulungan kebetulan dia memberi komentar singkat di sampul belakang. Tony Q, memang reggaeman yang bersemangat!

Kadang dia menghilang dari Jakarta beberapa bulan untuk melakukan konser di beberapa kota di Jawa dan Bali. Biasanya digelar di kampus-kampus, atau bar dan cafe. Kadang langkahnya panjang hingga mancanegara, “Aku mau berangkat ke Aus, nih!” katanya lewat telepon seluler, suatu kali. Maksudnya pergi ke Australia untuk melakukan mixing di Sound Warp untuk album barunya, Anak Kampung, yang akan dirilis dalam waktu dekat ini.
Album Anak Kampung, melibatkan Fully Fullwood, pionir reggae, seorang bassist yang cukup penting perannya dalam perkembangan musik reggae di Jamaika pada dekade 70an.
Selama tigapuluh tahun karir musiknya, Fullwood pernah bekerjasama dengan Bob Marley, Peter Tosh, Black Uhuru, Gregory Isaacs hingga The Mighty Diamondas. Setahun yang lalu, Fully Fullwood dan kawan-kawannya di band Tosh Meets Marley sempat melakukan tur konser di Pekan Raya Jakarta (PRJ) dan Bali. Di belakang panggung konser, Tony Q diperkenalkan kepada Fully Fullwood dan kawan-kawan, serta manajer Mark Miller.Tiba-tiba saja scene reggae di tanah-air heboh melihat kedekatan Tony Q dengan Fully Fullwood yang kemudian berujung bekerjasama membuat sebuah album.

Sekembali Tony Q dari Australia, BATAVIASE NOUVELLES menemuinya di Wapres pada suatu petang. Sambil menyeruput kopi pahit dan menghisap rokok kretek dengan diselingi senda gurau, lagi-lagi Tony Q bersemangat menjawab BATAVIASE.
Bagaimana Anda bisa dekat dengan Fully Fullwood lalu bekerjasama membuat sebuah album. Apa ini sebuah kebetulan?Ya, awalnya memang panitia konser memperkenalkan gue dengan Fully Fullwood. Bagi gue ini seperti mimpi besar. Bisa bernyanyi satu panggung dengan musisi reggae legendaris. Bayangkan, dia bilang,’Reggae lahir di dekat rumah saya.’Lalu dia cerita tentang Bob Marley yang dulunya masih anak bawang… Wah, orang ini nggak sembarangan. Beberapa lagu Bob Marley kan dia ikut menulis, seperti Mr. Brown, Sun is Shining… Wah, luarbiasa!Lalu panitia menyiapkan keberangkatan gue ke Bali untuk jam-session dengan band Tosh Meets Marley. Nah, ketika di Bali, ini seperti sebuah kebetulan… Setelah konser selesai, manajer band Mark Miller dan Fully serta para musisi ingin jalan-jalan melihat panorama Bali. Ketika itu panitia kabur entah ke mana, sehingga gue dan seorang sopir menemani mereka pergi ke Tanah Lot.Bayangkan, dalam mobil cuma gue dan sopir doang orang Indonesia yang mengantar musisi reggae dunia, ada yang datang dari California, Swiss, Kanada. Jadi, walau pun satu band tapi mereka tinggal di negara yang berbeda. Selama perjalanan kita semakin akrab, karena gue membantu motret dan ngejelasin tentang pura Tanah Lot. Mereka sangat senang sekali, happy!

Selama bersama mereka, gue nulis lagu Woman yang kata Fully, ’Stag in my head’ dan Mark Miller dapat ide bikin lagu juga, judulnya In The Ghetto, idenya dia dapat ketika melihat orang-orang Jakarta yang bekerja di pagi buta untuk memberi makan keluarga.
Proses rekaman Woman juga terbilang cepat. Kita janjian ketemu di Studio Intro, Kemang, untuk rekaman. Beberapa jam sebelum mereka datang dari Bali, gue udah di studio, karena gue pengen tepat waktu, nggak mau telat. Di studio gue coba-coba bikin bahan dasar musik untuk Woman dengan gitar. Kemudian Fully datang langsung merespon dengan bass, begitu juga dengan yang lain, memainkan keyboard dan perkusi. Fully saja membuat lima versi bas untuk Woman. Semuanya bagus!Tapi gue harus memilih satu di antaranya.
Anda tadi bilang “Mimpi besar” bernyanyi satu panggung dan bekerjasama dengan Fully Fullwood. Sebenarnya apa sih cita-cita Anda?Cita-citaku, tampil dalam festival reggae di Jamaika, memperkenalkan reggae Indonesia kepada publik yang lebih luas lagi.
Bagaimana undangan festival reggae internasional selama ini?Gue nggak bisa datang ke sana… Karena tidak mendapatkan visa dari kedutaan Amerika. Undangan gue terima tidak lama setelah peristiwa tragedi World Trade Center, sebelas september 2001.Awalnya panitia Bob Marley Festival di Houston, Texas mengundangku untuk tampil sebagai headliners. Tapi gue nggak mau tampil sendiri karena semua lagu gue kan nggak bisa dimainkan sendiri. Di samping itu, gue punya misi untuk memperkenalkan musik reggae Indonesia untuk publik di sana.Reggae Indonesia kan ada kendang jaipongnya, talempong minang, suling sunda.. ya kayak gitu! Gue ajukan ke panitia bahwa gue baru mau tampil dengan syarat bisa membawa band gue.
Panitia merespon, ‘Tony kamu bisa mencari player yang kamu butuhkan di Amerika, dari kendang sunda, dll…’. Tapi gue tetap bersikeras, gue baru mau tampil dengan musisi Indonesia. Jumlahnya semua 10 pemain. Lama-lama panitia di sana mengerti dengan kebutuhan gue. Kawan-kawan sudah menyiapkan keberangkatan gue untuk festival itu, mereka mau jadi volunteer, dari membuat ‘malam dana’. Gue sangat terharu!Tapi ketika mengajukan visa untuk sepuluh musisi di Kedutaan Amerika, kita ditolak. Mungkin pemerintah Amrik masih paranoid, setelah tragedi WTC. Kawan-kawan shock, kok sebagai musisi masih juga dicurigai yang kagak-kagak. Lewat e-mail, gue sebar kabar bahwa Kedutaan Amerika tidak memberikan visa kepada musisi Indonesia. Panitia Bob Marley Festival di Houston cukup kaget juga. Seorang akademisi- musikolog dari West Virginia, Prof. Ann membuat petisi yang didukung para musisi dan akademisi Amerika, yang isinya protes keras terhadap pemerintah Amerika agar memberi kesempatan kepada musisi Indonesia untuk tampil pada sebuah festival musik. Petisi itu dikirim ke Gedung Putih, kantornya Presiden Bush.

Selanjutnya, masih ada undangan festival reggae yang datang?Dari tahun 2003 sampai 2005, gue terus diundang untuk even Legend of Rasta reggae Festival di Houston, Texas. Tapi kan masalahnya, lagi-lagi Kedutaan Amerika di Jakarta tidak memberi visa. Padahal gue banyak mendapat dukungan, baik moril maupun materiil. Promotor Adri Subono dari Java Musikindo, secara pribadi mau ngasih uang puluhan juta kalau gue jadi berangkat. Tapi kenyataannya semua mentok karena nggak dikasih visa. Gue udah usaha, bekerja… Ya, gue sumeleh saja!
Sejak tahun 2004, setiap ada undangan festival reggae internasional, gue mulai cuekin. Tapi orang Amerika memberi dukungan. Mareka tahu lagu gue kan diputar di festival, tapi bertanya-tanya kok orangnya nggak pernah nongol.Ada orang Amerika yang bekerja sebagai instruktur pada sebuah perusahaan minyak di Houston selalu berhubungan dengan kita lewat e-mail. Beberapa bulan menjelang festival reggae diselenggarakan, dia selalu siap membantu, dari membelikan tiket dan akomodasi. Suatu kali dia menitipkan uang lewat muridnya dari Indonesia, dia orang Batak, yang kebingungan kok ada instruktur perminyakan Amrik punya sahabat musisi reggae dari Indonesia, he..he…he! Lucu juga tuh!
Dari kejadian itu, lama-lama gue baru mengerti, ternyata orang Amerika itu sangat apresiatif dengan musik reggae Indonesia. Prof. Ann, misalnya, selalu memberi gue dorongan terus berkarya. Ketika dia dengar musik gue yang ada elemen musik Sunda, Jawa atau daerah lainnya di Indonesia, dia bilang, itu musikmu enggak ada di Amerika atau Afrika.
Budaya kita kan unik, sejarahnya panjang. Dia akhirnya mengirimkan lagu-laguku kepada Putu Mayo World Record, perusahaan yang berbasis di New York. Satu lagu gue, Pat Gulipat, masuk dalam kompilasi World Reggae berjudul Reggae Playground bersama musisi reggae dunia.Gue langsung terharu sekaligus bangga, akhirnya musik reggae Indonesia diakui secara internasional.

Tony Q tak pernah menduga lagunya masuk dalam kompilasi Reggae Playground, bersanding dengan Rita Marley, istri Bob Marley dan Judy Mowatt, penyanyi latar The Wailers band Bob Marley, selain itu beberapa musisi yang mengisi album itu antara lain Johny Dread (Kuba), Eric Bibb (Amerika), Alan Schneider (Prancis), Modusta Largo (Maroko), The Burning Soul (Jamaika), Marty Dread (Amerika), Kal Dos Santos (Brasil), Asheba (Trinidad) dan Toot and The Maytals, band lawas dari Jamaika yang melahirkan kosakata “Reggae” ke dunia ini. Seluruh penjualan album ini diperuntukkan pembangunan sekolah taman kanak-kanak di Jamaika. Sebuah program yang bekerjasama dengan Perserikatan Bangsa-bangsa dan Rita Marley Foundation.

Bagaimana Anda melihat perkembangan musik reggae di Indonesia, yang sekarang lagi booming?

Gue selalu mendukung kawan-kawan yang bikin band reggae. Dan selama ini juga gue didukung kawan-kawan. Untuk desain sampul album Anak Kampung, yang bikin Ibnu Hibban, yang sudah menonton band gue sejak dia masih SMP. Sekarang dia sudah sarjana, lulusan jurusan seni rupa Institut Kesenian Jakarta. Cover Anak Kampung adalah skripsi Ibnu, dapat nilai A. Gue kan selalu mendukung sesuatu yang positif, kuncinya asal dikerjakan dengan senang hati semua akan berkembang. Setiap gue ngeband selalu ngajak band-band yang baru untuk jam-sesion. Di musik reggae itu nggak ada jarak, tua-muda saling mendukung. Gue nggak pernah menduga perkembangan reggae di masyarakat seperti sekarang ini, walau media masih memperlakukan seperti anak-tiri, kalau mau dibandingkan dengan musik rock atau pop. Sebagai pelaku reggae, gue akan terus bekerja, berkarya, bikin album…

Ada yang bilang Anda terlalu idealis?

Tolok ukur orang itu apa? Gue sih sederhana saja dalam bermusik. Pertama, harus dilakukan dengan senang hati. Penghasilan gue selama ini dari musik. Gak ada sampingan lain. Kalau gue dulu ngamen di jalanan karena gue melakukan itu dengan senang hati. Kalau gue nyanyi di kafe atau konser di daerah, itu semua gue lakukan dengan senang hati. Banyak juga kan yang mengukur apa yang kita kerjakan dengan berapa uang yang kita dapat… Wah,itu sih bikin gue tertekan! Gue bikin band, jungkir-balik, terus bubar, karena kawan-kawan dulu nggak punya keyakinan musik reggae bisa diterima pasar. Ukurannya uang! Kalau berkesenian diukur dengan uang dan sukses melulu… yah, kita hidup dalam tekanan. Akhirnya bubar.Gue sudah puluhan tahun bermusik reggae. Ketika almarhum Imanez masih memainkan karya-karya The Beatles, gue sudah ngereggae. Ketika album reggae dia sukses, gue merasa terpacu untuk berkarya. Iman beruntung karena Potlot mengelola bakat dia. Gue kan berproses dari bawah, dari hidup di jalanan, semua bertahap. Suatu kali gue pernah nyodorin karya gue ke sebuah perusahaan rekaman di Glodok. Tapi syaratnya, album gue akan dirilis tanpa menyertakan vocal gue.Nama gue tetap dipakai tetapi yang nyanyi orang lain…Edan! Gue langsung tolak. Begitu gue cerita ke kawankawan, justru gue digasak, dicemooh; ‘kok nggak lu ambil aja itu duit. Kan enak nggak usah capek-capek!’ Gue nggak sependapat! Ini karya gue, dan gue punya kemampuan untuk menyanyikannya. Itu kan suatu keyakinan.Sekarang terbukti, kawan-kawan yang dulu mencemooh, kebanyakan sudah meninggalkan musik, cari kerja yang tidak ada hubungannya dengan musik. Kalau tetap bermusik, paling hanya memainkan lagu-lagu top-40, tidak berkembang dan penuh dengan tekanan, karena banyak diatur-atur orang dan secara materi gak cukup.Bermusik itu ekspresi kebebasan. Ya, kita harus merawat kebebasan itu, dengan berkarya, mencari ilmu dan bergaul, mengalir saja… Selama kita memberi dukungan kepada potensi seseorang, pasti ada jalan terbuka untuk kita juga. Ada yang bilang,’wah Tony nyebar virus reggae..’Padahal kan gue bergaul dengan musisi apa saja, rock, metal, punk… Gue suka pergaulan dan saling memberi apa yang kita tahu. Dulu gue sempat jadi instruktur musik di Wisma Relasi (markas band Steven n’ Coconut Treez).Dari dalam studio, gue perhatiin ada Steven yang sedang melongok lama dari balik kaca. Dia kan dulu main musik hardcore. Rambutnya panjang belum gimbal.
Keesokan harinya, kita ketemu. Dia minta dibikinin rambutnya dreadlock. Gue bikinin tiga biji. Besoknya dia datang lagi, semua rambutnya sudah digimbal tetapi numpuk jadi satu biji gede banget. Gue rapiin, gue gunting terus dijalin satu-satu, akhirnya jadi kayak sekarang ini. Dia itu sudah ada talent reggaenya. Kalau dengar band hardcorenya, dalam albumnya ada satu lagu reggae. Jadi gue nggak pernah ngasih virus, atau mempengaruhi dia supaya bermusik reggae. Ketika mengerjakan album pertama Coconut Treez, The Other Side, gue dengan teman-teman Rastafara ikut membantu. Bahkan, ketika ada yang datang ke gue, namanya Rival, ingin bermain musik reggae, gue perkenalkan pada Steven. Sampai sekarang dia jadi bassis Coconut Treez. Dalam hati, gue senang sekali melihat mereka sekarang berkembang.

BOLEH dibilang Tony Q Rastafara klotokan dalam bermusik reggae. Hingga kini Tony Q telah melahirkan enam album, yaitu Rambut Gimbal (1996), Gue Falling in Love (1997), Damai dengan Cinta (2000), Kronologi (2003), Salam Damai (2005), dan sebuah album yang dirilis 27 April 2007 bertepatan dengan hari ulang tahunnya, Anak Kampung.
Lirik lagu Anak Kampung adalah sepenggal biografi Tony Q ketika merantau di Jakarta. Pria asal Semarang yang terlahir dengan nama Tony Waluyo Sukmoasih pertama kali hidup di Jakarta bekerja pada PT Singapur-Cakung, sebagai buruh bagian quality control, sebuah pabrik kaleng. Merasa tertekan melihat mesin absensi, ia pindah kerja pada sebuah perusahaan yang bergerak di bidang desain periklanan di Sunter. Suatu kali, ia meminta ijin pada sang bos untuk diperkenankan kuliah seni rupa di Institut Kesenian Jakarta. Tapi si bos tak memberi ijin, justru memberinya setumpuk pekerjaan di percetakan. “Saya marah. Sesuai kontrak kerja kan saya sebagai desainer, hanya menggambar, kok diberi tugas di percetakan. Saya keluar!” sergahnya.
Akhirnya, ia berlabuh di Pasar Kaget Blok-M, hidup secara bohemian dengan mengamen. Ia merasa senang, bebas dan nyaman. “Orangtua saya begitu prihatin mendengar cerita orang-orang bahwa saya ngamen… Padahal saya bahagia dengan cara hidup seperti itu. Banyak teman, makan-tidur-ngamen… hari-hari yang bebas. Ngitung duit jam empat pagi di Hoya. Dapat uang beli senar gitar atau beli buku dan alat-alat lukis,” tutur Tony Q. yang pada masa itu banyak belajar dari musisi jalanan, Anto Baret dan lingkar pergaulan seniman Bulungan. Baginya, rasa was-was orangtua adalah wajar, justru mendorongnya untuk lebih berprestasi.
Perjalanan bermusik Tony Q memang terasah lewat mengamen lalu tampil di kafe-kafe di bilangan Blok-M. “Saya bersyukur ada yang memberi kepercayaan untuk tampil. Selain untuk dapur supaya tetap ngebul, sekaligus bisa bergaul dengan segala kalangan. Saya banyak belajar di sana,” tukasnya serius. Kini secara berkala Tony Q tampil di BB’s sebuah bar di bilangan Menteng setiap jumat dan sabtu malam. Di sana kerapkali band-band reggae seperti Steven n’ Coconut Treez, Gangsta Rasta, dan kadang band reggae dari Yogya, Shaggy Dog tampil menyemarakkan suasana.Tony Q kadang menyanyikan lagu-lagu Bob Marley diringi permainan gitar yang ciamik dari seorang bocah. Pada acara Reggae Gathering, peluncuran album Salam Damai, Tony Q melakukan kolaborasi dengan puluhan anak-anak yang memainkan jimbe. Mereka adalah anak-anak yang tinggal di pinggir kali Ciliwung tergabung dalam Sanggar Akar yang dibina oleh Hendrikus pemain perkusi/kendang band Rastafara.

Unsur musik-musik tradisional Indonesia begitu kental dalam lagu-lagu Tony Q Rastafara seperti Paris van Java berlirik bahasa Sunda, Ngayogyakarta berbahasa Jawa, dan Pesta Pantai yang memadukan musik talempong Minang. Perpaduan musik-musik tradisonal Indonesia yang dijelajahi Tony Q Rastafara memikat banyak mahasiswa jurusan musik untuk melakukan penelitian. Obie, mahasiswa jurusan musik Institut Seni Indonesia Jogjakarta telah membuat skripsi dari lagu-lagu Tony Q, dengan nilai A.
Pada April setahun yang lampau, dalam diskusi tentang musik reggae di Universitas Paramadina, seorang mahasiswa bertanya, “Bagaimana musik reggae bisa mengusung ide revolusioner kalau hanya bermain untuk kalangan atas?”
Sebagai pembicara Tony Q memberi penjelasan berdasarkan pengalaman selama hidup di jalanan. Musik reggae, katanya, lahir dari kalangan bawah yang tertindas dan terpinggirkan. Reggae merupakan musik perlawanan terhadap sistem penindasan. Lirik lagu yang dibuatnya adalah cerminan kenyataan hidup di Indonesia. Pat Gulipat menggambarkan bagaimana kawan makan kawan, atau kehidupan politik dan ekonomi kita yang sakit, saling menilap. Kalau lagu reggae yang berasal dari reality itu didengar kalangan atas di bar atau kafe, kata Tony Q, itu adalah bagian dari proses transformasi. Agar kalangan atas menyadari sisi kehidupan yang lain di kalangan bawah dan menengah.
Adalah sebuah kenyataan pula, kalangan atas Jakarta kini ramai mendatangi gig reggae seperti yang digelar di Citos-Cilandak Town Square, Colours, News Cafe dan bar-bar lainnya.
PERJALANAN Tony Q dalam bermusik dimulai bersama kawan-kawannya ketika mendirikan band bernama Roots Rock Reggae pada 1989. Namun sayang, band itu tak sempat berlangsung lama, karena kawan-kawannya merasa tidak yakin kalau reggae bisa dipasarkan di tengah masyarakat, hingga bubar paruh 1990. Tahun 1990 Tony Q memndirikan band kembali dengan nama Exodus, namun bubar pada `1992. Kemudian Rastaman, 1992-1994. Terakhir pada 1994 ia mendirikan band Rastafara, hingga bubar tahun 2000. Kini dia lebih memilih berjalan sendiri bersama para additional players-nya.

Semua nama band yang didirikannya mengambil judul lagu Bob Marley. Seperti umumnya pecinta musik reggae, perjalanan musik Tony Q terinspirasi dari perjalanan panjang Bob Marley baik dalam bermusik, juga keterlibatan sosial-politiknya. Di sampul belakang buku yang ditulis Helmi Y. Haska, Bob Marley: Rasta, Reggae, Revolusi (Kepak Book, 2005), Tony Q memberi komentar,”Selama ini gue memperjuangkan pikiran-pikiran Bob Marley. Marley buat gue adalah guru. Gue salut! Bob Marley memperjuangkan manusia supaya bangkit dari mental budak, mental slavery! Kondisinya mirip-mirip di sini. Gue teruskan perjuangan dia dengan musik reggae di bumi tercinta ini: Indonesia!”.

Berjuang, adalah kata kunci yang sering diucapkan Tony Q.
Dan untuk menjadi reggaeman cobalah simak penggalan lagu Reggae berikut ini:
Reggae nggak harus gimbal
Gimbal nggak harus reggae
Reggae nggak harus beganjo
Reggae musik yang pecinta damai

Perjalanan Reggae di Indonesia

Reggae, seperti dikatakan etnomusikolog Jacob Edgar, merupakan jenis musik yang mudah beradaptasi dengan beragam lingkungan kultural.

Musik Reggae sebetulnya sudah lama digaungkan di Indonesia sekitar awal tahun 1980, dengan munculnya band Reggae Abreso dalam acara Reggae Night di Taman Impian Jaya Ancol.

Pada tahun 1986 band yang seluruhnya personil pemuda asal Papua ini pernah performing di Christmas Island selama tiga bulan yang diprakarsai oleh Yorries Raweyai. Pada tahun 1984 Abreso pernah rekaman lagu-lagu Reggae.

Selain itu, masih di era tahun 1980-an ada lagu “Dansa Reggae” yang dinyanyikan oleh Nola Tilaar iringan musik oleh Willie Teuguh.

Lagu ciptaan Melky Goeslaw itu adalah salah satu lagu Reggae yang mengajak masyarakat dari berbagai latar belakang kultural bisa ramai-ramai menikmati reggae. Dengar liriknya: “Orang Jawa bilang, ’monggo dansa reggae’!”

Pada tahun 1980 “Abreso”

Tahun 1986 “Black Company”.

Tahun 1988 “Air Mood”

Akhir tahun 1989 “Asian Roots”.

Tahun 1989 “Rastafara “

Tahun 1989 “Asian Rasta”

Tahun 1990 “Imanez”

Tahun 1993 “Asian Force”

Tahun 1993 “Jamming”

Tahun 1994 “Kingky Reggae”

Tahun 1997 “Batavia Reggae”

Tahun 1997 “Sireum Ateul”

Tahun 1998 “Souljah”

Tahun 1999 “Matahari”

Tahun 2000 “Marapu”

Tahun 2001 “Gangstarasta”

Tahun 2002 “Flobaja”

Tahun 2002 “DeJenks”

Tahun 2003 “Ras Muhamad”

Tahun 2003 “Green Savanna “

Tahun 2004 “My Reggae”

Tahun 2004 “Mozambique”

Tahun 2004 “Little Birds”

Tahun 2004 “Primitif”

Tahun 2004 “Peron 1″

Tahun 2005 “Taffgong”

Tahun 2005 “Pasukan Lima Jari”

Tahun 2005 “Masamune”

Tahun 2005 “Secret Place”

Tahun 2005 “Lokal Ambience”

Tahun 2005 “The Red Lock “

Tahun 2006 “Soya”

Tahun 2006 “Bakscherrys”

Tahun 2006 “Soundxinor’s”

Tahun 2006 “PMS & The People”

Tahun 2006 “Jamaican Soul”

Tahun 2007 “Teh Manis”

Tahun 2007 “D’Lobbies”

Tahun 2007 “The Babylonians”

Tahun 2007 “Joe DeWine “

Tahun 2007 “Pa’Ce Rasta”


dan masih banyak lagi..